Sebagai sajian spesial Bulan Suci
Ramadan, PCINU Turki mempersembahkan Ngaji Online dengan tema RAMADHAN DARI 5
BENUA. Ngaji Online minggu kedua Ramadan telah mengudara bersama Prof. Dr.
Nadirsyah Hosen, penulis, dosen dan peneliti di Fakultas Hukum, University of
Wollongong, Australia, yang sebentar lagi akan mengajar di Faculty of
Law, Monash University, di Melbourne. Acara Ngaji Online bertajuk
"Belajar Mazhab kepada si Ujang: Aktualisasi Hukum Islam Lintas
Benua" ini dipandu oleh Bernando J. Sujibto, mahasiswa pascasarjana
jurusan Sosiologi University Selcuk, Turki pada 25 Juni 2015 pukul 20.00 waktu
Australia, 13.00 EEST (waktu Turki) dan 17.00 Waktu Indonesia bagian Barat
(WIB).
Seorang kiai
yang sekaligus akademisi internasional ini sudah menulis banyak buku
seperti Shari'a and Constitutional Reform in Indonesia(2007); Human
Rights, Politics and Corruption in Indonesia: A Critical Reflection on the Post
Soeharto Era (2010); Mari Bicara Iman (2011);Modern
Perspectives on Islamic Law (2013);
dan buku terbaru dalam bahasa Dari Hukum Makanan Tanpa Label
Halal hingga Memilih Mazhab yang Cocok (2015).
Topik kajian
tentang mazhab tidak akan pernah selesai dalam diskursus dan praktik-praktik
keagamaan umat Islam di seantero dunia. Poin-poin penting dalam diskusi yang
disampaikan Prof. Kiai Nadir, sapaan akrabnya, adalah perpaduan antara
hukum fiqh yang dinamis dan interpretasi terhadap teks-teks
dan rujukan utama seperti Al-Qur’an dan Hadis. “Sebenarnya agama Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W. adalah agama yang memudahkan bagi hidup kita.
Jadi kalau ada orang yang membikin sulit, dia berarti lebih dari seorang nabi,”
tukas Prof. Nadir.
Kajian Prof.
Nadir ihwal mazhab dan hukum Islam, sebagai bidang keahliannya, tidak bisa
dilepaskan dari konteks waktu dan tempat. Pengalaman-pengalaman praktis dan
contoh-contoh ekspresi keagamaan dari berbagai latar belakang menjadi salah
satu perhatian khsusus Prof. Nadir dalam mengembangkan studi hukum yang sudah
ditekuninya. Misalnya, Prof. Nadir menceritakan sebuah pengalaman praktis yang
terjadi di kota Brisbane, Australia. Ada seorang mahasiswa yang ambil wudhu di
wastafel yang fungsi utamanaya (seperti di negara-negara lain yang bukan
berpenduduk Muslim misalnya di Amerika ataupun Eropa) adalah untuk mencuci
tangan atau muka. Tetapi ketika mahasiswa bersangkutan mencuci kakinya di wastafel,
semua orang melihatnya dengan ekspresi jijik. Menanggapi praktik seperti itu,
Prof. Nadir mengutarakan sebuah alternatif dalam memilih pendapat-pendapat
ulama yang sejauh ini belum kita ketahui. “Ukhuwah islamiyah dalam
praktiknya bukan harus sama dalam segala hal. Karena dalam praktik dan ekspresi
keagamaan kita pasti berbeda di masing-masing tempat,” lanjutnya.
Prof. Nadir juga
menyinggung ihwal Islam Nusantara yang baru-baru ini sedang ramai di Indonesia.
Baginya Islam Nusantara adalah sebentuk ekspresi lokal dalam memaknai dan
menerjemahkan teks agama Islam. Jadi misalnya seperti cara makan dengan tiga
jari yang dipraktikkan oleh Rasulullah. Rasulullah memraktikkan makan
dengan tiga jari kareka waktu itu memang tidak ada nasi. Ini yang disebut sebagai
ekspresi lokal yang menjadi prinsip dalam Islam Nusantara.
Dalam sebuah
dialog interaktif, ada pertanyaan dari pemiarsa yang ikut Ngaji Online tentang
perbedaan mazhab. Misalnya di Turki yang mayoritas Mazhab Hanafi, apakah ketika
mendirikan shalat sebagai makmum boleh mengikuti praktik Mazhab Hanafi? Bagi
Prof. Nadir, “iya sebagai makmum harus ikut imam.”
Menanggapi
pertanyaan tentang ruhsoh atau kemudahan dalam islam. Lalu
bagaimana kita menentukan atau mengambil keputusan pada kemudahan sehingga
tidak melampaui batas atau dalam artian keputusan tersebut bukan menurut hawa
nafsu kita? Jawaban yang sangat menarik dan gamblang dari Prof. Nadir adalah tentang mengambil keputusan dengan
landasan ilmu dan pengetahuan agama. Kalau tidak paham, harus bertanya kepada
ahlinya. Jangan sampai menyepelekan dan mengikuti keinginan berdasar kepuasan
hawa nafsu.
Dalam kesempatan
Ngaji Onlie ini, Prof. Nadir juga memperkenalkan buku terbaru yang sudah
beredar di Indonesia berjudul Dari Hukum Makanan Tanpa Label
Halal hingga Memilih Mazhab yang Cocok (2015). Buku ini,
terang beliau, merupakan jawaban atas praktik-praktik riil hukum Islam lintas
benua. Sebagai kesimpulan, Prof. Nadir mengutarakan bahwa Islam itu top banget
karena cocok buat semua tempat, buat Arab ataupun Indonesia, karena aspek yang
diambil adalah sisi substansi dari Islam yang bisa diterapkan di berbagai
tempat. Dalam Islam kita sudah tidak perlu mencari yang mudah-mudah karena
sudah banyak kemudahan dalam Islam. (@_bje).
0 comments: