PCI NU Turki bersama beberapa
mahasiswa Muhammadiyah di Turki beserta RUHUM (Indonesia Learned Society in
Turkey) sukses mengadakan diskusi dengan judul “Isu Global Dalam Kemanusiaan
dan Tantangannya” Sabtu (5/12) pukul 19.00 waktu Turki. Bertempat di Warung
Nusantara Istanbul Dr. Rahmawati Husein hadir sebagai pembicara pada diskusi
ini. Rahmawati Husein atau akrab disapa Ama adalah alumni doktor dari Texas
A&M; University, dan saat ini menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik .
Dia juga aktif dalam menangani isu humanitarian bidang bencana
alam.
Pada diskusi
yang berlangsung dua jam tersebut, Ama menyampaikan banyak hal mengenai isu
kemanusiaan, diantaranya mengenai akan diadakannya 1st World
Humanitarian Summit di Istanbul pada tahun 2016. Momen besar ini diadakan oleh
PBB (United Nations) yang sudah diwacanakan kurang lebih 10 tahun.
Mengapa Turki menjadi tuan rumah? Karena gerakan baru Turki dalam masalah
kemanusiaan global antara Eropa dan Asia, khususnya setelah banyak konflik di
negara-negara Timur Tengah. Turki pula yang menjadi gerbang antara Asia dan
Eropa dalam hal refugees dan bantuan lainnya.
Ama
mengungkapkan semua persoalan krisis kemanusiaan 70% disebabkan oleh konflik
dan perang dibandingkan bencana alam. “Membahas kemanusiaan tidak hanya tentang
korban bencana alam, melainkan penanganan dampak konflik peperangan itu
sendiri. Bahkan dana terbesar yang keluar untuk menangani konflik dan perang
dimana hampir 75% terjadi di negara-negara Islam, tiga besar penerima bantuan
kemanusiaan itu ialah Sudan, Afganistan dan Irak, sekarang bertambah Suriah.”,
tambahnya.
Sebelum World
Humanitarian Summit digelar, dunia ini dibagi 8 regional membahas bantuan
kemanusiaan yang menjadi persoalan besar. Karena dana yang dibutuhkan
semakin besar namun sumbangan tidak mencukupi. Masalah ini pula disinggung
sumbangan yang hanya sesaat, kalau terjadi bencana alam saja akan datang banyak
sumbangan. Ini yang kemudian dicari bentuk bantuan kemanusiaan yang efektif
dalam World Humanitarian Summit.
Pentingnya
keterlibatan organisasi keagamaan dalam gerakan kemanusiaan juga dijelaskan di
forum diskusi ini. Berawal dari anggapan bahwa orang Islam tidak membantu
sesama orang Islam, tetapi yang sering terlihat seperti Caritas, Karina, Rebana
merupakan organisasi-organisasi non-Muslim. Padahal, di beberapa negara sudah
banyak membantu hanya saja tidak terlalu diekspose. Oleh karena itu, gerakan
ini diangkat ke tingkat Nasional, Regional, dan Internasional. Anggota HFI
(Humanitarian Forum Indonesia) yang baru bergabung adalah NU, setelah
sebelumnya ada PKPU, Dompet Duafa, Muhammadiyah, Rumah Zakat, Caritas, Karina,
Rebana, dan banyak lagi organisasi kemanusiaan non-Muslim lainnya.
Kedatangan Dr. Rahmawati Husein kali ini untuk menghadiri konferensi di
Istanbul dan menjadi wakil negara-negara Asia Tenggara satu-satunya. Konferensi
tersebut membahas organisasi kemanusiaan dari Muslim yang sudah ada tetapi
sangat sedikit.
Adanya Lembaga
Penanggulangan Bencana NU, Muhammadiyah, PKPU, dan Rumah Zakat dinilai sebagai
suatu bagian kemandirian bangsa Indonesia. Mekanisme bantuan yang menjadi
prinsip Indonesia sebagai contohnya, tidak request tapi
menerima offer. Jadi, banyak sekali mekanisme dalam bantuan
kemanusiaan yang harus diterapkan. Tidak bisa serta-merta negara lain
mengintervensi karena kepentingan-kepentingan khusus. Kendati demikian ada juga
tantangan berat, misalnya apabila pemerintah tidak meminta akan kekurangan
bantuan.
Menilik
bencana Tsunami pada tahun 2004, Ama menceritakan mulainya kesadaran bangsa
Indonesia tentang pentingnya ahli-ahli bencana di Indonesia. “Minimnya lembaga
kependidikan yang mempelajari Disaster Management ini yang
menjadi catatan. Walaupun sudah banyak untuk program Magister, di Indonesia
belum ada perguruan tinggi yang membuka jurusan tersebut untuk S1.”, kata Ama.
Ama
menambahkan mengenai pemahaman masyarakat yang menganggap suatu bencana adalah
sudah takdir Tuhan merupakan suatu persoalan yang juga harus dibahas. Inilah
tantangan serius khususnya bagi kaum Muslim dengan bagaimana memaknai suatu
bencana dalam perspektif teologi. Termasuk kearifan budaya lokal yang memberi
pengaruh terhadap menyikapi bahaya bencana dapat disosialisasikan lebih luas.
Dalam World
Humanitarian Summit juga akan dibicarakan sangkut paut antara kemanusiaan
dengan development (pembangunan), karena penyebab yang
mendorong rusaknya lingkungan adalah pembangunan itu sendiri.
Tanggapan
masyarakat setelah terjadi bencana masih terkonsentrasi 90% terhadap respons, pesan
Ama agar bagaimana respons itu dijadikan sebagai window opportunity (pintu
masuk). Jalan ini melatih untuk awarness (kesadaran) setelah
itu preparedness (kesiapsiagaan) kemudian mitigasi (persiapan
bencana).
Setelah banyak
materi yang telah disampaikan Dr. Rahmawati Husein, diskusi dilanjutkan sesi
tanya-jawab oleh para peserta. Pertanyaan dan jawaban membuat diskusi lebih
hidup. Forum diskusi ini selesai pukul 21.15 waktu Turki. [Achmad Jamalludin Sholeh]
0 comments: